Rajagawang.id – Evaluasi menyeluruh pun kini menjadi keharusan, terutama dalam aspek pertahanan, fisik, dan transisi permainan. menelan pil pahit setelah tersingkir dari Piala Asia U-17 2025 usai dibantai Korea Utara dengan skor 0-6 di babak perempat final.
Meski sudah dipastikan lolos ke Piala Dunia U-17 2025 di Qatar, laga ini menjadi pengingat bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi sebelum tampil di ajang bergengsi tersebut. Berikut beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan oleh skuad asuhan Nova Arianto.
Lemah Mengantisipasi Bola Mati
Evaluasi Dari enam gol yang bersarang ke gawang Indonesia, tiga di antaranya berasal dari situasi bola mati. Dua dari sepak pojok dan satu dari titik penalti. Ini menunjukkan lemahnya organisasi pertahanan saat menghadapi set piece lawan.
Pada gol pertama, tak ada satu pun pemain Indonesia yang menjaga pergerakan bek Korea Utara bernomor punggung 5. Sementara gol keenam terjadi karena kegagalan Fabio Azkairawan menyundul bola dengan sempurna, yang akhirnya jatuh di kaki lawan.
Duel Udara yang Sering Kalah
Evaluasi Duel di udara menjadi titik lemah lain yang dimanfaatkan dengan baik oleh Korea Utara. Timnas U-17 tampak kesulitan saat harus adu kekuatan dan lompatan melawan pemain lawan, terutama di kotak penalti sendiri.

Gol kelima menjadi contoh nyata ketika bola lambung dari belakang pertahanan lawan gagal dihalau, dan terus mengarah ke jantung pertahanan Garuda Muda. Begitu juga pada gol kedua, saat bola dibiarkan memantul tanpa ada upaya maksimal untuk menghalau, hingga akhirnya dimenangkan oleh lawan dalam duel udara.
Fisik Tertinggal Jauh
Meskipun memiliki daya tahan fisik yang bagus, pemain Indonesia masih kalah kuat dibandingkan dengan para pemain Korea Utara. Mereka kerap kalah dalam adu badan, baik saat duel udara maupun perebutan bola di lapangan bawah.
Contohnya bisa dilihat dalam proses terjadinya gol ketiga dan kelima Korea Utara. Dalam dua situasi itu, pemain Indonesia dengan mudah dijatuhkan oleh body charge pemain lawan yang lebih kuat dan agresif.
Transisi Serangan yang Kurang Kompak
Garuda Muda lebih sering berada dalam mode bertahan sepanjang pertandingan. Ketika mendapat kesempatan menyerang, transisi dari bertahan ke menyerang berjalan kurang rapi dan lambat.
Mierza Firjatullah sering kali harus berjuang sendirian di lini depan karena support dari lini tengah dan sayap datang terlambat. Serangan balik pun menjadi mudah dipatahkan oleh pertahanan Korea Utara yang cepat menutup ruang.
Kalah dalam Perebutan Bola Kedua
Perebutan bola liar (second ball) juga menjadi masalah besar. Timnas U-17 sering kalah dalam duel ini, yang berujung pada tekanan lanjutan dari Korea Utara.
Gol ketiga adalah contoh jelas. Dalam situasi bola liar di sekitar kotak penalti, pemain Indonesia gagal mengamankan bola. Akibatnya, pemain lawan mendapat ruang tembak dan sukses mencetak gol tambahan.
Jalan Panjang Menuju Piala Dunia
Kekalahan telak ini menjadi alarm penting bagi tim pelatih. Banyak aspek fundamental seperti organisasi bertahan, fisik, dan kerja sama tim yang harus diperbaiki.
Masih ada waktu sekitar tujuh bulan menuju Piala Dunia U-17 2025 di Qatar. Semoga semua kekurangan ini bisa segera dievaluasi dan diperbaiki agar Garuda Muda bisa tampil lebih siap dan membanggakan di panggung dunia.