Perjalanan Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games 2025 harus berakhir lebih cepat dari yang ditargetkan. Berstatus sebagai juara bertahan, Garuda Muda justru gagal melangkah ke semifinal setelah tersingkir di fase grup.
Tergabung di Grup C, Timnas Indonesia U-22 hanya memainkan dua pertandingan. Dari dua laga tersebut, skuad asuhan Indra Sjafri meraih satu kemenangan, yakni saat menundukkan Myanmar U-22 dengan skor 3-1 pada laga terakhir yang digelar di Chiang Mai. Sayangnya, hasil tersebut tidak cukup untuk mengamankan tiket ke babak empat besar.
Kalah Produktivitas Gol dari Malaysia

Indonesia dan Malaysia sama-sama mengoleksi tiga poin dengan selisih gol +1. Namun, Malaysia berhak lolos sebagai runner-up terbaik karena unggul produktivitas gol. Malaysia mencetak empat gol, sementara Indonesia hanya mampu mengemas tiga gol.
Situasi ini membuat kemenangan atas Myanmar terasa pahit. Indonesia sejatinya dituntut menang dengan selisih minimal tiga gol untuk menjaga peluang lolos, tetapi target tersebut gagal tercapai.
Pada laga melawan Myanmar, Indonesia bahkan sempat tertinggal lebih dulu. Gol Oo Min Maw di menit ke-29 membuat tekanan semakin besar bagi Garuda Muda. Gol penyeimbang baru tercipta di menit ke-45 melalui Toni Firmansyah.
Dua gol tambahan dari Jens Raven memang memastikan kemenangan, tetapi kedua gol tersebut lahir di penghujung laga, tepatnya pada menit akhir waktu normal dan masa injury time, sehingga tak cukup mengubah nasib Indonesia di klasemen.
Pola Serangan Mudah Dipatahkan

Pengamat sepak bola nasional, Mohamad Kusnaeni, menilai kegagalan Timnas Indonesia U-22 sangat disayangkan. Menurutnya, kualitas skuad yang dimiliki seharusnya cukup untuk membawa Indonesia lolos dari fase grup.
“Sangat disayangkan kita gagal memanfaatkan peluang untuk lolos ke semifinal, padahal kita punya kualitas tim yang sebetulnya cukup bagus,” ujar Kusnaeni.
Ia menyoroti masalah utama yang muncul sejak laga pertama, termasuk saat Indonesia kalah 0-1 dari Filipina. Pola serangan dinilai monoton dan mudah dibaca lawan.
Dalam 25 menit awal melawan Myanmar, Indonesia terlihat kesulitan menguasai bola dan membangun serangan. Alur permainan melalui lini tengah kerap terhenti oleh disiplin pertahanan lawan.
“Kita memang agak kecewa melihat miskinnya variasi serangan, terutama di babak pertama,” lanjutnya.
Kusnaeni juga menilai Indonesia terlalu sering mengandalkan bola panjang dan lemparan jauh. Akibatnya, distribusi bola ke area berbahaya menjadi sangat terbatas.
Evaluasi Besar Menanti Garuda Muda

Memasuki babak kedua, permainan Indonesia sedikit membaik. Penambahan pemain depan meningkatkan tekanan ke lini pertahanan Myanmar. Gol Jens Raven sempat membuka harapan, tetapi waktu tidak lagi berpihak pada Indonesia.
“Babak kedua permainan sedikit lebih baik, tetapi gol-gol datang terlambat,” kata Kusnaeni.
Ia juga menyoroti minimnya pemanfaatan serangan sayap. Padahal, dengan keunggulan postur pemain, Indonesia seharusnya bisa lebih maksimal jika suplai bola dilakukan dengan variasi yang lebih kaya.
Kegagalan mempertahankan gelar juara SEA Games menjadi pukulan bagi Timnas Indonesia U-22. Dengan persiapan yang relatif matang dan kualitas pemain yang dinilai mumpuni, tersingkir di fase grup menjadi hasil yang mengecewakan.
“Kegagalan ini cukup memprihatinkan. Dengan skuad sebagus ini dan persiapan yang lumayan matang, hasilnya justru hanya sampai fase grup,” pungkas Kusnaeni.
SEA Games 2025 pun menyisakan pekerjaan rumah besar bagi Timnas Indonesia U-22. Evaluasi menyeluruh sangat dibutuhkan agar masalah serupa tidak kembali terulang di turnamen-turnamen mendatang.










